Minggu, 23 Mei 2010

Bayang-bayang Nabi



Ya Rasulullah, apa yang harus dilakukan para pemimpin ?
"Membela yang lemah dan membantu yang miskin" jawab Nabi.

Ya Rasulullah, apa yang harus dilakukan ulama ?
Memberi contoh yang baik dan mendukung pemimpin
YAng membela orang - arang lemah" jawabnya

Ya Rasulullah ... apa yang harus dilakukan orang-orang lemah dan miskin ?
"Bersabarlah, dan tetplah bersabar
Jangan kau lihat pemimpinmu yang suka harta
Jangan kau ikuti ulamamu yang mendekati mereka
Jangan kau temani orang-orang yang menjilat mereka
Jangan kau lepaskan pandanganmu dari para pemimpin dan ulama yang hidupnya juhud dari harta"

Ya RAsulullah... Pemimpin seperti itu sudah tidak ada
Ulama seperti itu sudah menghilang entah kemana
Yang tersisa adalah pemimpin serakah
Yang tertinggal adalah ulama-ulama yang tama'
Banyak rakyat yang mengikuti keserakahan mereka
Ummat banyak yang meneladani ketamakan mereka !
Apa yang harus aku lakukan, Ya... RAsulullah !
Siapa yang harus aku angkat jadi pemimpin ?
Siapa yang harus aku ikuti fatwa-fatwanya ?
Siapa yang harus aku jadikan teman setia ?

"Wahai ummatku...
Tinggalkan mereka semua
Dunia tidak akan bertambah baik sebab mereka
Bertemanlah dengan anak dan istrimu saja
Karena Allah menganjurkan, "Wa 'asiruhunna bil ma'ruf"
Ikutilah fatwa hatimu
Karena hadits mengatakan, "Istafti qalbaka, wa in aftaukan nas waftauka waftauka"
Dan angkatlah dirimu menjadi pemimpin
Bukankah, "Kullulkum Ra'in, ea kullukum masulun 'an ra'iyyatihi ?"

islam kudu bangkit

Pada suatu ketika Rasulullah SAW pernah mengeluarkan pernyataan yang bernada ramalan. Beliau bersabda: “Akan datang suatu masa ketika kamu sekalian (umat Islam) akan dikerumuni oleh umat-umat lain, bagaikan orang-orang yang sedang kelaparan mengerumuni makanan yang lezat”. Para sahabat bertanya: “Ya Rasulullah! apakah waktu itu umat Islam termasuk kelompok minoritas?”, Rasul menjawab: “Sama sekali tidak! bahkan pada waktu itu kalian termasuk kelompok mayoritas, hanya saja kalian tak ubahnya seperti buih yang diombang-ambingkan ombak”. Kemudian Rasul menjawab lebih lanjut: “Hal itu terjadi karena kamu termasuk kelompok mayoritas, tetapi Allah telah mencopot kewibaan kalian di mata musuh-musuh kalian, dan telah bercokol di hati kalian penyakit al wahnu. “Apakah penyakit wahnu itu ya Rasulullah ?” tanya sahabat. Jawab Rasul “al-wahnu adalah penyakit cinta dunia dan takut mati”.


Pernyataan Rasulullah ini adalah pewartaan bahwa hal itu mungkin terjadi, atau mungkin hanya sebagai peringatan kepada kita umat Islam agar hal itu jangan sampai terjadi. Namun kalau kita saksikan dewasa ini yang terjadi terhadap kehidupan umat Islam, bahwa apa yang “diramalkan” Rasulillah SAW tersebut sudah menjadi gejala bahkan kenyataan.

Menurut statistik Rabithah al ‘alam al-Islami (Liga Islam Dunia) secara global pemeluk Islam di dunia sekarang ini sekitar 1,3 milyard. Islam agama terbesar di dunia ini semenjak agama Katolik dan Protestan berpisah, maka masing-masing mencapai 1,2 milyard. Dan ada gejala peningkatan yang cukup signifikan bahwa Islam semakin diminati di negara-negara yang mayoritas bukan Islam, seperti Amerika, Eropa dan Australia.

Sedangkan di Indonesia, menurut sensus tahun 2000 menunjukkan ada sekitar 88,2 % pemeluk Islam dari sekitar 230 juta penduduk. Jadi, ada sekitar 190 juta muslim di negeri yang kita cintai ini. Tentu saja hal itu patut kita banggakan dan harus kita syukuri. Namun kalau kita melakukan muhasabah (perenungan/ introspeksi), melakukan mawas diri dan evaluasi, maka jumlah yang besar itu belum disertai dengan mutu dan kualitas yang besar pula. Kita masih memiliki kebesaran secara kuantitatif (besar dalam jumlah dan bilangan), belum memiliki kebesaran kualitatif (hebat dalam mutu dan kualitas).

Memang secara global pemeluk Islam hampir seperempat penduduk dunia, tetapi sumbangan dunia Islam terhadap perekonomian global hanyalah 5%. Dunia Islam yang memiliki sumber daya alam yang sangat kaya raya, tetapi belum memiliki pusat-pusat unggulan, belum memiliki cendekiawan atau ilmuwan sejati untuk mendorong kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Yang terjadi justru sebaliknya, dunia Islam masih diliputi fenomena kemiskinan, kebodohan,dan keterbelakangan. Dalam dunia Islam sekarang berada dalam keterpurukan ketika tidak berdaya menghadapi hegemoni (cengkraman) dari negara adikuasa yang merajalela. Tidak hanya dalam bidang ekonomi, tetapi juga dalam bidang politik dan militer. Inilah yang kita hadapi dewasa ini.

Begitu pula di Indonesia, umat Islam memang besar dan telah berperan besar dalam sejarah, terutama pada fase menjelang kemerdekaan. Umat Islam menjadi faktor penentu kemerdekaan, umat Islam menjadi tulang punggung perjuangan dalam menegakkan kemerdekaan. Tetapi sekarang kalau kita masih membuka diri dan melihat kenyataan, maka umat Islam masih diliputi oleh masalah-masalah internal, kemiskinan, kebodohan, keterbelakangan termasuk juga masalah kesulitan untuk bersatu. 3K plus 1K (kemiskinan, kebodohan, keterbelakangan termasuk juga masalah kesulitan untuk bersatu) ini menjadi fenomena umum di Indonesia. Sekarang yang penting adalah apa yang harus kita lakukan ke depan dan bagaimana kita mengembangkan diri kita. Itulah agenda utama umat Islam.

Untuk itu, tiada jalan lain kecuali harus bangkit, memperkuat barisan, melakukan konsolidasi diri terhadap tantangan dan ancaman yang ada di depan mata. Kita tidak boleh menghadapi semua itu dengan kesedihan dan kehilangan kepercayaan diri. Allah SWT manyatakan dalam Al Quran surat Ali Imran 139: “Kamu wahai semua umat Islam jangan bersedih hati jangan kehilangan kepercayaan diri, karena sungguh kamu adalah umat pilihan yang memiliki kekuatan dan kelebihan jika kamu semua menjadi orang-orang yang beriman”. Inilah bekal dari Al Quran agar umat Islam jangan kehilangan kepercayaan diri. Jangan berlarut-larut dalam duka dan nestapa, jangan berlarut-larut dalam kesedihan. Apalagi sampai kita dihinggapi oleh penyakit takut mati dan penyakit cinta dunia, yang kemudian kita berlomba-lomba dalam mencari dunia berlomba-lomba dalam mencari kemewahan dalam kehidupan duniawi ini, tetapi kita melupakan akhirat.

Dan mari kita jawab panggilan Allah dalam Al Quran surat Al Anfal 60 yang maknanya: “Persiapkanlah segala daya, persiapkanlah segala upaya, rancang strategi, rapatkan barisan, untuk menghadapi segala tantangan yang ada di hadapan kita.”. Kita harus melakukan langkah-langkah kongkrit, harus melakukan langkah-langkah nyata, harus mempersiapkan diri dengan strategi perjuangan yang jelas dan jitu.

Selama ini umat Islam Indonesia terkesan lebih menampilkan strategi menghadapi aneka tantangan dan ancaman serta masalah yang ada dengan strategi melawan dan melawan, dengan “al jihad lil mu’aaradhah” (bangkit dan tampil dengan emosi dan amarah) terhadap segala yang mengancam. Tentu saja jihad semacam ini tentu tidak memecahkan maslah, tidak bisa memotong akar masalah, karena masalah dan ancaman akan semakin menjadi. Maka kita harus mengubah strategi itu menjadi strategi menghadapi dengan “aljihad lil muwajahah”. Kita menghadapi tantangan, masalah dan ancaman dengan langkah-langkah yang nyata. Agar umat Islam siap bersanding dan bertanding dengan kelompok-kelompok lain yang ada, baik di Indonesia maupun di dunia.

Oleh karena itu, secara lebih konkrit dan lebih operasional, ada dua bidang garapan yang harus mendapatkan perhatian serius dari umat Islam Indonesia. Pertama, kita perlu membangkitkan diri di bidang pendidikan, karena kata kunci untuk masa depan adalah kualitas sumber daya manusia. Adanya sumber daya manusia yang berkualitas, akan terwujud, jika kita memajukan pendidikan. Maka lembaga-lembaga pendidikan di lingkungan umat Islam maupun organisasi-organisasi umat Islam, perlu melakukan reformasi, modernisasi, dan revitalisasi untuk melahirkan sumber daya manusia yang berkualitas.

Keluarga muslim perlu melakukan langkah-langkah yang kongkrit, mendorong putra-putri mereka agar berprestasi dalam bidang pendidikan, merebut keunggulan dan kejayaan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Seperti tausiyah Imam Syafi’i yang maknanya: “Barang siapa yang menginginkan kejayaan di dunia maka harus dengan ilmu, dan barang siapa yang ingin kejayaan di akhirat harus menguasai ilmu, dan barang siapa menginginkan kejayaan keduanya, juga harus dengan ilmu”.

Kedua, umat Islam harus mengembangkan ekonomi, memberdayakan diri dalam taraf kehidupan. Karena selain pendidikan, kekuatan dalam bidang ekonomi inilah yang akan membawa munculnya sumber daya manusia yang berkualitas, membawa dan mendorong adanya kualitas umat Islam. Maka perekonomian umat Islam, secara individu, warga, kelompok, atau organisasi harus mendapat perhatian. Islam masuk ke nusantara lewat jalur perdagangan dan ekonomi yang dibawa oleh mubaligh-mubaligh yang juga pedagang. Sehingga dulu kira pernah memiliki kantong-kantong perekonomian umat. Cukup banyak wiraswastawan dan pedagang-pedagang muslim. Merekalah yang kemudian memberi dukungan kepada gerakan dakwah Islamiyah, dan itulah yang membawa kemajuan umat Islam. Sekarang harus kita rebut, tentu dengan menghadapi tantangan ekonomi kapitalistik, karena Indonesia sebagai warga dunia juga membuka pintu bagi ekonomi kapitalis itu. Oleh karenanya, pemerintah dan rakyat Indonesia perlu menyadari betapa pentingnya ekonomi kerakyatan dan betapa pentingnya umat Islam berlomba-lomba dalam mencari rizki yang telah disediakan oleh Allah sehingga memiliki kekuatan ekonomi.

Paling tidak dua pendekatan operasional inilah di samping pendekatan- pendekatan lain dalam kerangka berjuang, dengan strategi utama “aljihad lilmuwajahah”. Kalau secara kongkrit kita wujudkan dalam berbagai bidang, khususnya pendidikan dan ekonomi tadi, maka insya Allah kebangkian dan kemajuan umat Islam akan terwujud. Dan janagan dilupakan, hal ini perlu disertai adanya persatuan, kesatuan dan kebersamaan umat Islam. Tanpa hal-hal tersebut dari seluruh komponen Islam, langkah-langkah strategis dan program operasional tadi tidak dapat kita wujudkan.

Maka, yang paling penting adalah adanya kebersamaan, ukhuwah Islamiyah yang selama ini nyaris hanya menjadi mitos, mudah diucapkan, tetapi sulit untuk kita terapkan. Mari perselisihan, pertentangan, bahkan konflik-konflik di tubuh umat Islam kita hindari. Pertentangan dan konflik kita jadikan masa lalu yang tidak perlu terulang kembali. Walaupun umat Islam berbeda organisasi, berbeda paham keagamaan, berbeda aspirasi politik, berbeda orientasi ekonomi, politik, sosial, dan sebagainya, tapi itu semua jangan menjadi faktor penghambat untuk membangun ukhuwah Islamiyah. Dengan kesadaran semacam ini, dengan persatuan dan kesatuan serta kebersamaan seperti ini Insya Allah umat Islam dapat menggalang kekuatan untuk memajukan ekonomi, pendidikan, dan akan mampu menghadapi tantangan masa depan. Apa yang “diramalkan” Rasulullah SAW kita pahami sebagai peringatan dan pelajaran agar tidak terjadi dan jangan pernah terjadi.

Mari kita bangkit dan kita jadikan Islam dan umat Islam sebagai faktor penentu Indonesia. Sebagai faktor determinan Indonesia, yang menentukan masa depan Indonesia. Bahwa maju mundurnya Indonesia harus ditentukan oleh maju mundurnya Islam dan umat Islam. Kalau umat Islam maju, maka Indonesia akan maju. Sebaliknya, kalau sekarang Indonesia belum maju dan masih terpuruk dengan berbagai masalah dengan multi krisis, tidak hanya dalam bidang politik, hukum bahkan dalam budaya dan moral, itu pertanda umat Islam belum mampu menjadi faktor penentu Indonesia. Kita umat Islam belum menjadi faktor perubahan terhadap Indonesia. Inilah yang harus kita lakukan secara bersama-sama pada masa yang akan datang.
Allahu Robbi kupinta izin
Bila suatu saat aku jatuh cinta
Jangan biarkan cinta untuk-Mu berkurang
Hingga membuat lalai akan diri-Mu

Allahu Robbi kupunya pinta
Bila suatu saat aku jatuh cinta
Penuhilah hatiku dengan bilangan cinta-Mu yang tiada batas
Biarkan rasa pada-Mu tetap utuh

Allahu Robbi kupunya harap
Bila suatu saat aku jatuh cinta
Pilihkanlah aku seseorang yang hatinya penuh dengan kasih-Mu
Sehingga membuatku semakin mengagumi-Mu

Allahu Robbi kupunya asa
Bila suatu saat aku jatuh cinta
Beriakan kami kesempatan untuk lebih dekat akan cinta-Mu

Allahu Robbi akhir pintaku
Seandainya ku jatuh cinta
Jangan pernah Kau palingkan wajah-Mu dariku
Anugerahilah aku akan cinta-Mu
Cinta yang tak pernah pupus oleh waktu
Karena begitu berartinya hadir cinta-Mu, dalam hidupku
by : latifatul khasanah

Rabu, 12 Mei 2010

keajaiban bersyukur



Bersyukur muslim Hidup ini mudah jika kita terbuka.
Terbuka melihat hal-hal kecil di sekitar kita,
terbuka menerima cobaan yang sedikit menghambat perjalanan kita,
terbuka dalam berpikir begitu beruntungnya kita
jika dibandingkan dengan orang lain,
dan masih banyak lagi keterbukaan
yang harus kita lakukan dalam menyikapi hidup.
Untuk selanjutnya kita perlu berterima kasih kepada Allah atas takdir-Nya yang
Read more Keajaiban Bersyukur

By: latifatul khasanah





TAK ADA YANG MENGALAH KAN PESONA KEINDAHAN


Semula kita belajar melakukan hal-hal sederhana.
Tak lebih dari satu tambah satu sama dengan dua.
Ketika soal-soal itu semakin terasa mudah, kita coba kerjakan yang sulit.
Kita rambah puluhan, ratusan, perkalian juga pembagian.
Kita namai itu sebagai tantangan.
Tak lama tantangan kehilangan daya tariknya jua.
Maka, kita kepalkan tangan untuk menaklukkan sesuatu yang rumit, besar, dan
tak mudah ditundukkan.
Sebuah soal pun dijawab oleh berlembar-lembar perhitungan hingga nyaris tak
dikenali lagi mana angka mana tanda baca.

Tapi segera saja, kejelimetan itu membosankan.
Tahukah anda apa akhir dari pergulatan ini?
Yaitu, ketika kita mulai meringkas jawaban.
Memendekkan pola perhitungan.
Memangkas baris-baris pembuktian.
Di perjalanan ini kita seolah berbalik ke titik semula : kesederhanaan.
Tak ada yang mengalahkan pesona kesederhanaan.
Kita boleh kumpulkan apa saja dalam hidup ini, namun pada terminal
perhentian, kita kembali dengan tangan yang sederhana dan meninggalkan semua
kerumitan jauh di belakang.

By: latifatul Khasanah

Sumber: Unknown (Tidak Diketahui)

Tak Ada yang Mengalahkan Pesona Kesederhanaan

Semula kita belajar melakukan hal-hal sederhana.
Tak lebih dari satu tambah satu sama dengan dua.
Ketika soal-soal itu semakin terasa mudah, kita coba kerjakan yang sulit.
Kita rambah puluhan, ratusan, perkalian juga pembagian.
Kita namai itu sebagai tantangan.
Tak lama tantangan kehilangan daya tariknya jua.
Maka, kita kepalkan tangan untuk menaklukkan sesuatu yang rumit, besar, dan
tak mudah ditundukkan.
Sebuah soal pun dijawab oleh berlembar-lembar perhitungan hingga nyaris tak
dikenali lagi mana angka mana tanda baca.

Tapi segera saja, kejelimetan itu membosankan.
Tahukah anda apa akhir dari pergulatan ini?
Yaitu, ketika kita mulai meringkas jawaban.
Memendekkan pola perhitungan.
Memangkas baris-baris pembuktian.
Di perjalanan ini kita seolah berbalik ke titik semula : kesederhanaan.
Tak ada yang mengalahkan pesona kesederhanaan.
Kita boleh kumpulkan apa saja dalam hidup ini, namun pada terminal
perhentian, kita kembali dengan tangan yang sederhana dan meninggalkan semua
kerumitan jauh di belakang.

Semula kita belajar melakukan hal-hal sederhana.

Tak lebih dari satu tambah satu sama dengan dua.
Ketika soal-soal itu semakin terasa mudah, kita coba kerjakan yang sulit.
Kita rambah puluhan, ratusan, perkalian juga pembagian.
Kita namai itu sebagai tantangan.
Tak lama tantangan kehilangan daya tariknya jua.
Maka, kita kepalkan tangan untuk menaklukkan sesuatu yang rumit, besar, dan
tak mudah ditundukkan.
Sebuah soal pun dijawab oleh berlembar-lembar perhitungan hingga nyaris tak
dikenali lagi mana angka mana tanda baca.

Tapi segera saja, kejelimetan itu membosankan.
Tahukah anda apa akhir dari pergulatan ini?
Yaitu, ketika kita mulai meringkas jawaban.
Memendekkan pola perhitungan.
Memangkas baris-baris pembuktian.
Di perjalanan ini kita seolah berbalik ke titik semula : kesederhanaan.
Tak ada yang mengalahkan pesona kesederhanaan.
Kita boleh kumpulkan apa saja dalam hidup ini, namun pada terminal
perhentian, kita kembali dengan tangan yang sederhana dan meninggalkan semua
kerumitan jauh di belakang.

By: Latifatul khasanah
Sumber: Unknown (Tidak Diketahui)